Well, hari ini Jakarta mulai kembali cerah setelah beberapa minggu terakhir ia menderukan musik alam indah yang basah.. Hujan!
Kata sahabat remajaku disana, semesta sedang menemaniku dan meresponku saat itu.
Haha ada-ada saja!
Semua yang terjadi dan telah aku lalui patut disyukuri. Oh, bukan cuma aku yang patut bersyukur melainkan kita semua yang mendapatkan pengalaman dan pelajaran berharga disetiap nafas yang kita hembuskan.
Siang ini bersama dengan penantianku akan secangkir coffee mint yang punya kenikmatannya sendiri, aku melihat pemandangan sederhana namun bermakna.
Aku belajar dari sebuah pagar rumah di pinggir jalan yang tadi aku lewati sebelum akhirnya menanti secangkir coffee mintku.
Jadi..
Aku dengar orang-orang bercerita tentang hal ini, bahwa:
Aku dengar orang-orang bercerita tentang hal ini, bahwa:
Ada kalanya ketika sekeras apapun kita berusaha menumbuhkan lumut dengan air hujan untuk menutupi lubang pagar yang dilubangi orang lain, lumut itu tumbuh dan berhasil menutupinya. Tapi, ada kalanya nanti ia akan lapuk dan kembali memperlihatkan lubang di pagar.
Itulah yang terjadi jika kita melakukannya sendiri, berbeda halnya jika tetanggaku menanamkan sirih yang menjalar di sepanjang pagar dan menjadikan pagarku tempat untuk bertumbuh bagi tanaman menjalar lainnya. Ia akan bersemi untuk sementara waktu sebelum kemudian terjadi sesuatu.
Maksudnya??
Lumut yang kita andalkan melalui air hujan ternyata tidak sehebat yang dikira orang-orang tadi. Dia tetap kalah dengan usianya sendiri. Sehingga butuh bantuan agar tanaman lain menutupi lubang dan tumbuh bersama lumut yang ada.
Maksudnya??
Lumut yang kita andalkan melalui air hujan ternyata tidak sehebat yang dikira orang-orang tadi. Dia tetap kalah dengan usianya sendiri. Sehingga butuh bantuan agar tanaman lain menutupi lubang dan tumbuh bersama lumut yang ada.
Dengan kondisi seperti ini, artinya dapat aku simpulkan kalau aku harus menunggu tetanggaku kembali dari bekerja dan segala urusannya sebelum kemudian membantuku menghias pagar dengan tanaman merambat yang dipilihnya.
Rapi ingat, sesungguhnya menunggu tidak pernah baik untuk jadi pilihan pertama.
Karena lihat, apa yang terjadi sekarang?
Karena lihat, apa yang terjadi sekarang?
Yang aku temui, lumut itu lapuk dan pagar kembali berlubang seolah luka kering itu terbuka kembali.
Entah harus diberi obat apa agar pagarku tak berlubang lagi, tidak berdarah lagi.
Mungkin harus ditanami beragam tanaman indah di atasnya, sehingga walau akar tanaman menariknya dengan kuat ia tetap indah karena bunga tumbuh karenanya.
Kemudian, ada juga seorang adik yang bercerita padaku mengenai arti rindu, katanya:
Ia sakit karena dilubangi oleh manusia tak bermakna, namun obatnya adalah dipulihkan kembali oleh manusia itu sendiri.
Hey, tunggu. Biar aku ralat! Artinya, Ia bukan manusia tak bermakna melainkan manusia multiguna yang menjadi sumber penyakit sekaligus sumber obatnya.
Sama seperti rindu..
Yang dirindukan tak mampu digantikan dengan apapun, karena lubang yang dibuat hanya mampu ditutupi dengan bagian yang sama..
Seperti pagar tahan banting dijemur dibawah terik mentari,
dihujani dibawah malam yang dingin,
diterpa angin dan debu yang silih berganti.
Demikian rindu kuat merasakan diri dan bertahan seorang diri.
Then,
seorang guru menegaskanku tentang hal yang diungkapkan adik kecil bahwa:
Rindu disebut-sebut sebagai penyakit, tapi satu-satunya obat bagi rindu ialah ia yang dirindukan.
Penyakit itu membuat seseorang merasa sesak, tidak berselera, gatal-gatal, belum lagi pusing di tengah hiruk pikuk aktivitas dan hal lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Tapi apa daya jika obatnya tak kunjung nampak.
Padahal rindu itu sederhana, ia tidak memerlukan hal mewah untuk diobati.
Bahkan amarah pun jadi salah satu resep obatnya.
Manakala, resep obat yang digunakan pun berbeda-beda bergantung pada dosis yang diperlukan sang pasien.
akhirnya aku terfikir, artinya:
Dehidrasi juga jadi salah satu ciri-ciri rindu.
Manusia haus akan kesegaraan dan kelegaan,
demikian rasanya sama seperti rindu yang telah kembali
jika ia berhasil memuaskan diri dengan air yang deras mengalir.
Lalu..
Begini, bagiku..
"Rindu punya daya tarik tersendiri..
Sejauh apapun kita berlari, sesungguhnya ia sudah terikat dari dalam hati."
Lebih-lebih rindu yang kian disimpan, rindu itulah yang sesungguhnya adalah candu.
Ya, karena tak mungkin pecandu menyimpannya seperti benda berharga jika ia bukanlah sebuah candu!
Ah sudahlah, sudah semakin siang dan aku rasa aku harus segera beranjak.
Mereka sudah lama menungguku kembali dari perjalananku yang begitu lama berkelana dalam keheningan malam. Aku harus temui!
Komentar
Posting Komentar