Langsung ke konten utama

Firasat

Anugerah ini kuterima begitu saja.
Kali pertama bertemu hanya menyisakan kata.
Tanpa tanya, hanya perkenalan semata.
Katanya kau melihat aku bersahaja.


Lantas banyak kisah yang dilalui menghantarkan aku pada sebuah firasat.
Aku pikir ini bukan sesuatu yang penting karena tak sedikipun terasa jelas.
Tapi firasat menamparku dengan keras dan mengecamku dengan tegas.
Dengan segala cara Dia jawab tanya dan doaku, ya melalui firasat.


Siapalagi yang kuat jika bukan hati aktornya.
Siapalagi yang mengerti jika bukan hati aktrisnya.
Siapalagi yang pandai jika bukan hati pemiliknya.
Siapalagi yang merintih jika bukan hati pelakunya.


Banyak kata yang dulu terucap, tapi tak satupun tersisa.
Banyak kisah yang dulu lekat, tapi kemana perginya?
Banyak kenangan yang berwarna, tapi semua sirna.
Banyak cinta yang diberikan, tapi dibuangnya.

Begini rasanya jika pesan nyata tak kunjung sampai pada telinga yang harus mendengarnya.
Walau memang tak semua yang datang akan menyampaikan pesan
Dan tak semua yang pergi akan meninggalkan pesan
Disinilah firasat datang untuk memberikan kesan.


Tidak, aku tidak mudah percaya pada dia sang firasat.
Bagiku pesan jadi keterbukaan sebagai awal pemulihan.
Tapi Dia berkata lain dan meminta firasat melakukannya.
Firasat begitu tegas hingga pemain itu pergi dan tak nampak lagi.
Ya, dia pergi..
Pergi tanpa pesan..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertemuan Itu, Katanya Baik?

"Tidak ada hal yang lebih baik selain dipertemukan dengan orang baik."-Cr Kirana.. Terima kasih sudah bertanya.. Kirana.. Kamu tau? Begitu banyak jumlah manusia di dunia, namun kita tidak pernah tahu dengan siapa kita akan bertemu. Bahkan ketika di dalam kandungan, kita belum tahu menahu tentang bagaimana wajah ibu yang mengandung kita sampai ketika kita lahir. Lahir ke dunia baru dan mulai melihat matahari. Kirana, coba ingat-ingat.. Apa kamu pernah mendengar kalimat tegas nan lembut di atas? Aku baru saja mau bercerita tentang pengalamanku akan kalimat itu. Aku sekarang berusia 21 tahun.. Dalam setiap perjalanan pertemuanku dari dulu sampai sekarang, aku merasakan banyak hal yang bergejolak. Mulai dari tidak dianggap dalam pertemuan kemudian tidak disukai dalam pertemuan, diacuhkan bahkan dibenci, hingga sebaliknya yakni disukai dan dielu-elukan. Eits.. Lama-lama juga terbiasa. Semoga Kirana gak akan ngalamin pahit-pahitnya ya, berat.      ...

Surat Untuk Oma

Hai Oma!  Apa kabar?  “Siapapun berhak untuk bahagia”. Itu kalimat yang paling aku ingat dan aku rasakan dari orang yang mengatakannya kepadaku. Hai, oma! Aku rindu! Rindu sekali, bahkan berkali-kali. Terlalu banyak kenangan yang gak bisa aku ceritain satu-satu buat ngingetin oma tentang kenangan kita bersama. Yang pasti, semua kenangan kita itu keren banget, oma! Sekarang gak kerasa ya aku sudah sebesar ini, 21 tahun. Usia yang katanya menjadi batas usia ideal bagi perempuan untuk boleh menikah. Dan itu artinya, sudah sekitar 7 tahun lamanya kita gak ketemu ya, oma. Selama kita gak ketemu, aku gak pernah ragu sama ajaran yang sudah oma berikan dan tanamkan ke dalam keluarga. Bahwa keluarga adalah harta yang paling berharga dan satu kalimat pertanyaan yang masih aku ingat sampai sekarang adalah “Kalau oma udah ga ada, nanti siapa ya yang jadi penomor satu di keluarga ini?”. Tik tok, aku gak bisa jawab apa-apa. Waktu itu aku masih remaja SMP yang belum menget...

Sentuhan Cantik Ibu Pertiwi

“Namanya juga travelling, bukan jalan-jalan biasa loh!”,  itu pesan yang selalu aku ingat saat tiba di Lombok. “hmm..”, aku hanya bisa bergumam memikirkan kejutan apa yang akan aku dapat di Lombok, kota yang aku nanti-nantikan selama ini. “Selamat pagi, selamat datang di Desa Sade, rumahnya orang Sasak. Tempat seluruh keluarga kami tinggal”, salam seorang pemandu asli Desa Sade kepada kami yang baru saja memasuki gapura Desa Sade.  “Whoaaa…”, semangat juga ini Bapak pemandu. “ What ?!!”, sumpah! Ini pertama kali nya aku ngeliat bentuk rumah sederhana ada didalam satu kawasan. It’s totally different sama rumah-rumah biasanya di Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat apalagi kalau dibandingkan dengan rumah pejabat di Jakarta. Hehehehe. Kamu tahu? Semuanya masih 100 persen alami, atapnya dari tumpukan jerami, berdindingkan anyaman bambu dan beralaskan tanah liat yang dicampur dengan kotoran kerbau sebagai adat khas dari Desa Sade sebagai wujud bahwa rumah tersebut sudah ...