Hai Oma!
Apa kabar?
“Siapapun berhak untuk bahagia”.
Itu kalimat yang paling aku ingat
dan aku rasakan dari orang yang mengatakannya kepadaku. Hai, oma! Aku rindu! Rindu
sekali, bahkan berkali-kali.
Terlalu banyak kenangan yang gak
bisa aku ceritain satu-satu buat ngingetin oma tentang kenangan kita bersama. Yang
pasti, semua kenangan kita itu keren banget, oma!
Sekarang gak kerasa ya aku sudah
sebesar ini, 21 tahun. Usia yang katanya menjadi batas usia ideal bagi perempuan
untuk boleh menikah. Dan itu artinya, sudah sekitar 7 tahun lamanya kita gak
ketemu ya, oma. Selama kita gak ketemu, aku gak pernah ragu sama ajaran yang
sudah oma berikan dan tanamkan ke dalam keluarga. Bahwa keluarga adalah harta
yang paling berharga dan satu kalimat pertanyaan yang masih aku ingat sampai
sekarang adalah “Kalau oma udah ga ada, nanti siapa ya yang jadi penomor satu
di keluarga ini?”. Tik tok, aku gak bisa jawab apa-apa. Waktu itu aku masih
remaja SMP yang belum mengetahui banyak hal tentang kehidupan, tahunya cuman
belajar di sekolah, main di sekolah sama teman-teman, bantu bersihin di rumah
itu pun kadang-kadang. Aku gak pernah kepikiran ada hal apa di keluarga kita
atau tentang keluarga kita. Tapi saat itu aku sudah sadar bahwa pengalaman
adalah guru terbaik dalam hidup kita. Bukan begitu, oma?
Oma, mungkin dulu aku belum
sempat bilang apa-apa tentang apa yang aku rasain waktu tinggal dan deket sama
oma. Sekarang, aku mau cerita nih. Oma harus tahu, dulu setiap kali oma nyiapin
bekal buat aku sekolah dan ngingetin untuk belajar yang rajin supaya jadi anak
yang pintar, aku semangat banget ke sekolah. Meskipun orang lain mendapatkan
itu dari orang tua mereka dan aku mendapatkan itu dari oma, aku tetap seneng! Rasanya
aku gak mau datang terlambat buat sekolah atau gak ikut karna sakit. Intinya,
aku selalu mau belajar di sekolah dan semangat karena oma. Hahaha.
Gak cuman itu, oma juga dulu
selalu ngingetin aku buat kumpulin baju yang aku udah gak muat atau baju yang
udah gak aku suka untuk dibagikan ke saudara di luar sana yang belum
seberuntung aku bisa punya baju yang bagus atau baju yang aku suka. Padahal rasanya
dulu berat banget buat ngasih barang apalagi baju untuk orang lain yang gak aku
kenal. Tapi lama-lama jadinya, aku terbiasa berbagi dimanapun aku berada sampai
sekarang. Rasanya seneng dan lega gak sih kalau lihat saudara kita yang kurang
beruntung bisa merasakan hal yang seharusnya bisa mereka rasakan juga. Yap,
bahagia itu sederhana.
Oma juga sering ngajakin aku
berdoa kan kalau malam sebelum tidur. Dan oma selalu tanya, tadi di sekolah
diajarin doa baru gak? Coba oma mau tahu, ajarin oma dong doa barunya gimana. Duh,
rindu sekali. Karena hal-hal kecil yang selalu oma lakukan dulu, membuat aku
menjadi seperti sekarang. Aku ingat bahwa Tuhan ada dimanapun aku berada, bahwa
Dia sudah menyiapkan yang terbaik buat kita. Dan oma selalu berusaha nyadarin
aku akan hal itu melalui karakter oma yang oma tunjukin ke aku. Oma tegas, tapi
gak pemarah. Oma baik, gak pernah sombong selalu rendah hati dan gak peduli
bagaimana orang yang gak suka sama oma licik sama oma. Oma itu gambaran orang
yang paling bisa ikhlas di semua keadaan yang pernah aku kenal.
Terus, oma tahu ga? Karena pertanyaan
oma yang dulu itu tentang “pemersatu” gak bisa aku jawab, alhasil aku kepikiran
itu terus sampai sekarang. Jangankan menjawab, yang bisa aku lakukan beberapa saat setelah pertanyaan itu hanya menangis dan merasa sepi. Setiap hari yang ramai dengan celotehan oma seketika hening dan hampa. Ya, waktu itu...
Tujuh tahun aku belajar menjawab teka-teki ini tanpa oma dengan menjadi anak yang baik dan berbakti untuk keluarga. Memang gak mudah, tapi aku tetap semangat karena aku bener-bener ngerasa kalau semua anggota keluarga berdiri sendiri-sendiri tanpa bersatu sama dengan nihil. Oma tahu sendiri kalau anak-anak oma, yaitu mama dan tante juga om tinggal berbeda pulau dan jarang banget bisa kumpul komplit. Apalagi semua punya kesibukkan yang berbeda-beda. Belum lagi kalau ada salah satu anggota yang tersinggung karena ditegur. Tapi, ya namanya juga keluarga, perselisihan itu pasti ada. Sekarang, bagaimana kedewasaan anggota keluarga didalamnya menjadi cerminan seberapa dewasa kepribadian dan kebijaksanaan setiap anggota keluarga dalam menghadapi masalah itu. Aku yakin, hal berat seperti ekonomi juga konflik keluarga yang kami alami kemarin-kemarin adalah pelajaran bagi tahap atau fase berikutnya dalam hidup. Ya, selayaknya pohon yang terus bertumbuh. Semakin tinggi pohon, semakin banyak anginnya. Akan tetapi, apabila ia memiliki akar yang kuat, batang yang kokoh dan cabang yang tidak mudah patah serta tumbuh semakin tinggi, maka meskipun semakin banyak angin yang menerpa, angin itu tidak akan terlalu berarti. Karena akarnya kuat dan batang pohonnya kokoh.
Tujuh tahun aku belajar menjawab teka-teki ini tanpa oma dengan menjadi anak yang baik dan berbakti untuk keluarga. Memang gak mudah, tapi aku tetap semangat karena aku bener-bener ngerasa kalau semua anggota keluarga berdiri sendiri-sendiri tanpa bersatu sama dengan nihil. Oma tahu sendiri kalau anak-anak oma, yaitu mama dan tante juga om tinggal berbeda pulau dan jarang banget bisa kumpul komplit. Apalagi semua punya kesibukkan yang berbeda-beda. Belum lagi kalau ada salah satu anggota yang tersinggung karena ditegur. Tapi, ya namanya juga keluarga, perselisihan itu pasti ada. Sekarang, bagaimana kedewasaan anggota keluarga didalamnya menjadi cerminan seberapa dewasa kepribadian dan kebijaksanaan setiap anggota keluarga dalam menghadapi masalah itu. Aku yakin, hal berat seperti ekonomi juga konflik keluarga yang kami alami kemarin-kemarin adalah pelajaran bagi tahap atau fase berikutnya dalam hidup. Ya, selayaknya pohon yang terus bertumbuh. Semakin tinggi pohon, semakin banyak anginnya. Akan tetapi, apabila ia memiliki akar yang kuat, batang yang kokoh dan cabang yang tidak mudah patah serta tumbuh semakin tinggi, maka meskipun semakin banyak angin yang menerpa, angin itu tidak akan terlalu berarti. Karena akarnya kuat dan batang pohonnya kokoh.
Dan yang aku rasakan sekarang
adalah bersyukur sedalam-dalamnya, jadi oma gak perlu khawatir kami di sini
selalu bisa kumpul tiap tahun baru untuk sekedar menginap bersama, bercerita
tentang apa yang kami alami satu sama lain dan bersenang-senang menghabiskan
waktu yang singkat setelah satu tahun terpisah oleh jarak dan waktu. Kerinduan kami akan oma menjadikan kami berkumpul seperti sekarang. Dari sini
aku yakin kalau langkah-langkah yang dulu kami ukir bukan lagi tentang kemana
arahnya melainkan bagaimana mempertahankan langkah dan mengukir rencana untuk
langkah yang baru.
Aku dapat satu benang merah dari
perjalanan ini, yaitu cinta yang tertanam didalam keluarga yang menjadi akar
dari semuanya. Dan ini adalah karakter yang paling kental dari oma, cinta dari
oma memang benar-benar tulus. Karena rasanya begitu lembut selembut kapas dan
hangat sehangat api unggun dimalam yang dingin. Bayangkan, bagaimana mungkin kami tidak merindukan kelembutan dan kehangatan yang kami dapat dari oma dan gak tergantikan. Kami yakin oma selalu bersama kami kalau kami saling mencintai dan menjaga
satu sama lain seperti sekarang. Kelak, aku akan menanamkan cinta yang demikian di manapun aku melangkah di bahtera rumah tangga yang akan datang. Layaknya cinta oma!
Selama tujuh tahun terakhir aku
gak pernah lupa sama oma. Aku beruntung dipertemukan dengan oma. Tanpa oma dan keluarga aku gatau akan jadi apa. Bahkan dipertemuan terakhir kita pun oma masih mengajarkan
aku satu hal yang luar biasa, bahwa Tuhan sudah menyediakan yang terbaik buat
kita dan bahwa rencana-Nya selalu luar biasa mengalir melalui cinta kasih. Gak cuman
itu, oma berusaha mengingatkan aku kalau sehebat-hebatnya manusia di dunia,
mereka akan kembali kepada-Nya.
Komentar
Posting Komentar