Langsung ke konten utama

Sentuhan Cantik Ibu Pertiwi

“Namanya juga travelling, bukan jalan-jalan biasa loh!”,

 itu pesan yang selalu aku ingat saat tiba di Lombok. “hmm..”, aku hanya bisa bergumam memikirkan kejutan apa yang akan aku dapat di Lombok, kota yang aku nanti-nantikan selama ini.

“Selamat pagi, selamat datang di Desa Sade, rumahnya orang Sasak. Tempat seluruh keluarga kami tinggal”, salam seorang pemandu asli Desa Sade kepada kami yang baru saja memasuki gapura Desa Sade.  “Whoaaa…”, semangat juga ini Bapak pemandu.

What?!!”, sumpah! Ini pertama kali nya aku ngeliat bentuk rumah sederhana ada didalam satu kawasan. It’s totally different sama rumah-rumah biasanya di Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat apalagi kalau dibandingkan dengan rumah pejabat di Jakarta. Hehehehe. Kamu tahu? Semuanya masih 100 persen alami, atapnya dari tumpukan jerami, berdindingkan anyaman bambu dan beralaskan tanah liat yang dicampur dengan kotoran kerbau sebagai adat khas dari Desa Sade sebagai wujud bahwa rumah tersebut sudah dibersihkan dan dipel. Can you imagine?



“Banyak orang datang ke sini, dari luar negeri juga banyak, dari tivi-tivi juga ada TransTV kemarin pernah, Trans7. Cuma mau liat kehidupan di sini”, jelas pemandu wisata sambil terus berjalan menyusuri desa. But wait, let me think. “Oh, tapi kok di Desa sepi ya, Pak? Orang-orangnya kemana?”, aku bertanya penasaran. “Sekarang sudah mau siang. Ada yang di pasar, ada yang di sawah atau di kebun, soalnya yang tinggal di sini memang orang Sasak, tapi kalau bekerja tu gapapa kerja di luar Desa nanti malamnya pulang lagi. Asal kalau menikah dengan orang diluar, harus jadi orang dalam dulu calonnya”, jelasnya dengan logat Sasak. “Ohh… gitu….”, jawabku panjang. Lalu apa ya yang dicari program TV disini? Aku masih gagal paham. Hehehe.

“Wah, kainnya dijual? Buatan senidiri, Pak?”, tanyaku sembari melihat pemandangan kain khas dari Desa Sade dan ada beberapa kain batik Lombok. I’m in love by the first sight.

“Iya, kalau yang ada di sini kerjanya jual kain buatan kami sendiri. Di sini satu toko itu hasil kerja sama empat sampai lima rumah tangga yang jualan, jadi bukan punya sendiri tapi sama-sama. Mulai dari kapas jadi benang, diwarna dan jadi kain, sampai ditenun jadi kain bagus-bagus”, jelas pemandu tepat saat kami sampai di toko yang letaknya agak di atas dibandingkan toko dan rumah lain. Bukan toko, sih tepatnya, apa ya sebutannya? Seperti rumah yang sangat terbuka.

“Boleh-boleh sini”, sambut Ibu penenun yang sedang menenun kainnya yang belum utuh kepadaku yang sedang melirik kesana-kemari.  Lagi-lagi! Kaget gak sih? Setiap aku berbisik selalu aja dijawab orang yang bersangkutan. Mungkin volume suaraku yang keras, gumamku. Atau?? Mereka yang selalu aja mendengarku, huaaaaa. Maluuu…

“Gini caranya, duduk di sini, kakinya selonjor ya”, pinta Ibu penenun sembari mengeratkan sebuah kayu yang dipasak dipinggang bagian belakang dan di depan perutku seolah agar aku duduk tak berpindah dan agar kain tetap ajeg. Hahaha geli sih awalnya, ada benda lain di depan perut.

“Tangan dua-duanya pegang ini”, lanjutnya sambil memasukan tongkat tebal dan kuat sepanjang lebar kain tenun yang akan dibuat dari sebelah kananku ke dalam benang berjarak yang siap ditenun. “Nah, ini dibawa ke sini kuat-kuat”, sambil mempraktikkan cara mendorong dengan kuat tongkat tebal tadi dari jauh ke arah dekat mendekati badan.


“Mudah, kan? Di sini perempuan kalau belum bisa nenun belum boleh kawin”, ucapnya sambil tertawa kecil. “Waduh!”, jawabku kaget. Aku sama sekali gak berfikir ke arah sana loh! hahaha. Pemanduku tertawa dan membiarkan aku menikmati setiap detiknya di sana.

Beranjak dari sana, aku penasaran mau nyoba gimana sih kapas bisa jadi benang. Selama ini cuma tau teorinya aja.

Kebayang gak? Begitu berharganya momen itu bagiku, bukan perihal narsis berfoto, tapi ingat kan? Itu kali pertama aku berkunjung ke Lombok, ke Desa Sade dan melakukan yang namanya tenun tradisional khas Desa Sade. Aku mau melihatnya lagi kelak walau tinggal kenangan sekalipun, besitku.

And, I got it now…

Menjadi perempuan yang cantik bukan hanya bicara paras, melainkan bagaimana hati dan karakter yang kuat terpancar dari keseharian.


You know what? Indahnya Lombok itu, gak cuma diukur dari seberapa luas hamparan pantai, seberapa tinggi Gunung Rinjani atau seberapa eksotis Bukit Merese aja. More than that! Besarnya tekad masyarakat Desa Sade mempertahankan budaya tenun tradisional dan betapa cantiknya perempuan di sana dengan sentuhan ketulusan, kesabaran, ketelitian serta segala akhlak mulianya di setiap helai kain tenun Lombok, sama seperti Ibu Pertiwi.

So beautiful.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertemuan Itu, Katanya Baik?

"Tidak ada hal yang lebih baik selain dipertemukan dengan orang baik."-Cr Kirana.. Terima kasih sudah bertanya.. Kirana.. Kamu tau? Begitu banyak jumlah manusia di dunia, namun kita tidak pernah tahu dengan siapa kita akan bertemu. Bahkan ketika di dalam kandungan, kita belum tahu menahu tentang bagaimana wajah ibu yang mengandung kita sampai ketika kita lahir. Lahir ke dunia baru dan mulai melihat matahari. Kirana, coba ingat-ingat.. Apa kamu pernah mendengar kalimat tegas nan lembut di atas? Aku baru saja mau bercerita tentang pengalamanku akan kalimat itu. Aku sekarang berusia 21 tahun.. Dalam setiap perjalanan pertemuanku dari dulu sampai sekarang, aku merasakan banyak hal yang bergejolak. Mulai dari tidak dianggap dalam pertemuan kemudian tidak disukai dalam pertemuan, diacuhkan bahkan dibenci, hingga sebaliknya yakni disukai dan dielu-elukan. Eits.. Lama-lama juga terbiasa. Semoga Kirana gak akan ngalamin pahit-pahitnya ya, berat.      ...

Travelling Berpahala!

Halo, readers! Apa sih hal pertama yang kalian fikirkan dengan kalimat " Travelling Berpahala"??? Kebayang gak tuh? Jalan-jalan ke destinasi wisata tapi berpahala? Hah? Emangnya bagi-bagi sembako?! ENGGAK! Serius! Aku bener-bener jalan-jalan dan menikmati hari itu sebagai sebuah liburan! Lokasinya pun terdaftar di daftar destinasi wisata Pesona Indonesia :) Singkat cerita, aku berangkat dari Bandung menuju lokasi tepat pada tanggal 30 Agustus 2017 bertepatan dengan Perayaan Hari Ulang Tahun tokoh penting di Kota tersebut. Pagi hari sebelum matahari terbit, aku sudah menyusuri jalan tol buah batu menuju lokasi bersama dengan rekan-rekan lainnya dan tiba setelah matahari terbit. Kami membawa sebuah misi kecil sembari melipir dari hiruk piruk kesibukkan sehari-hari di Kota Bandung. Sungguh! Niatku adalah melipir sejenak dan penasaran dengan rupa Kabupaten Ciamis. Dengan semangat travelling , kudapati diriku menemukan sesuatu yang belum aku banyangkan sebelumnya. ...

September, Be Mine

Halo, September! Menyambut bulan baru menjadi hal yang lumrah bagi siapa saja. Biasanya mereka yang berulang tahun di Bulan tersebut akan merasakan emosi yang lebih lebih pada saat menyambut bulan tersebut ketimbang bulan - bulan lainnya. Katakan saja, bagi mereka yang lahir di Bulan September. Sesungguhnya, bagi orang dewasa terutama pegawai atau orang yang sudah memiliki pekerjaan dan menjadi orang tua, setiap bulan tampak sama. Awal bulan menjadi awal bahagia, karena dapat menyediakan kebutuhan anaknya. Bagi anak pun, demikian. Karena rezeki seakan lancar diawal bulan. Haha Setelah  melewati 10 hari di Bulan September, banyak sekali turun naik yang sangat amat terasa.. Padahal tanggal 11 masih dapat dikatakan sebagai awal bulan. Semua yang telah aku lewati selama 10 hari terakhir terasa seperti sebuah pergumulan yang panjang, yang rasanya seperti berhari-hari sudah dilalui. Padahal, baru saja kemarin. Singkat cerita, anggap saja aku terpesona dengan cara Tuhan menjadik...