Langsung ke konten utama

Filosofi Kereta



Akhirnya tiba juga waktu itu bagiku. Yap! Waktu yang dinanti-nantikan anak rantau untuk kembali ke rumah, bertemu sanak keluarga atau rehat bahkan sekedar menghilangkan penat dari kota rantau. Siang itu, aku kembali ke Jakarta menggunakan kereta api. Yuhuuuuuuu! Aku menikmati setiap detik perjalanan menuju ke rumah. I love train. Not about the machine at all, but about what I got.

“Ka, kereta Argo Parahyangan 5 menit lagi berangkat”, 

tegur petugas porter yang melihat aku berlari dari gerbang masuk motor menuju ke dalam stasiun dan terpaksa membuat kakiku melangkah besar-besar dan lebih cepat komplit dengan sedikit terengah-engah. Gimana enggak? AKU SUDAH TRAUMA KETINGGALAN KERETA. Huaaaaa! I don’t want make same mistakes anymore! Singkat cerita, dulu, tahun 2015 di perjalanan kunjunganku dari Kediri ke Semarang, tepat 1 menit sesudah kereta jalan aku baru saja sampai di stasiun Kediri dan aku benar-benar melihat keretaku jalan di depan mata kepalaku sendiri. Hanya karena ketinggalan satu menit, aku harus menunggu 6 jam untuk keberangkatan kereta berikutnya. Masih untung tiket keberangkatan berikutnya masih tersedia saat itu. Kebayang kan kalau sudah habis? Aku harus menunggu sampai besok, sementara aku tidak punya tempat tinggal di Kediri. Huft.

Tahu, kan? Kereta nggak bisa berhenti kalau sudah waktunya untuk berangkat. Enggak sama sekali! Bahkan, di jalan raya sekalipun kereta nggak bisa diberhentikan cuman karena ada banyak transportasi lain yang mau lewat. Yang ada, transportasi lain harus lebih bersabar menunggu kereta lewat atau bertaruh nyawa kalau mau melawan aturan lalu lintas transportasi darat. Udah mana gerbongnya banyak dan nyambung satu sama lain, jadi selamat berolahraga Cardina! Karena kursiku ada di gerbong paling ujung. And… Banyak orang yang nggak kita kenal sebelumnya dengan latar yang berbeda-beda, tapi punya satu tujuan stasiun sama-sama memenuhi stasiun untuk menunggu kereta sesuai tujuan masing-masing. Jadi harus berusaha keras selap-selip.

Have you ever know? Aku ngerasa kalau kereta itu bagai salah satu lini kehidupan saat manusia harus menjalaninya tanpa harus berfikir siapa atau apa yang ditinggalkan, melainkan cukup tahu bagaimana cara untuk sampai, kapan, berapa lama dan dimana stasiun akhir tempat kereta harus berhenti.

BINGO! Kamu nggak terlambat kali ini, Car.

Lega rasanya, pantat sudah nempel sama kursi. Tolah-toleh, tolah-toleh. Lihat lekat-lekat, lihat lagi ke jendela. Senyum-senyum sendiri kadang juga bisa nangis sendiri. Hmmm mau gimana lagi? Kalau lagi naik kereta sendiri kan nggak ada teman ngobrol ya. Eh, ada sih kalau lagi beruntung dapat teman sebangku yang seumuran. And I do this, “A, punteun boleh pinjam headsetnya?” hahahahaha. Habis ini pasti kalian bilang “dasar, nggak modal!”, heyyy! Jangan kaya nggak pernah jadi manusia pelupa deh hehehe.


That’s not the point, by the way. Hehe. So, buatku kereta itu alternatif yang tepat untuk belajar lebih banyak dari orang lain atau perjalanan itu sendiri. Cocok buat me time sembari intropeksi diri. Lebih-lebih nih ya, fasilitas di kereta api tuh bikin aku nggak khawatir sama sekali kalau-kalau hp-ku habis baterai atau kepanasan apalagi pegel, soalnya ada fasilitas stop kontak masing-masing kursi dua, terus kursinya bukan kursi plastik, tapi kursi yang layak untuk duduk bahkan di gerbong ekonomi sekalipun. Dan, AC juga oke punya. Perjalanan rasanya lebih nyaman untuk dinikmati sampai-sampai selalu ada buah yang bisa dipetik didalamnya. Mulai dari tujuan perjalanan kita sampai bagaimana proses kereta berjalan dengan segala filsofinya. 

Sure, if you never going by train, try it! And catch your philosophy then tell me, OK? This is mine, but I wanna hear yours!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertemuan Itu, Katanya Baik?

"Tidak ada hal yang lebih baik selain dipertemukan dengan orang baik."-Cr Kirana.. Terima kasih sudah bertanya.. Kirana.. Kamu tau? Begitu banyak jumlah manusia di dunia, namun kita tidak pernah tahu dengan siapa kita akan bertemu. Bahkan ketika di dalam kandungan, kita belum tahu menahu tentang bagaimana wajah ibu yang mengandung kita sampai ketika kita lahir. Lahir ke dunia baru dan mulai melihat matahari. Kirana, coba ingat-ingat.. Apa kamu pernah mendengar kalimat tegas nan lembut di atas? Aku baru saja mau bercerita tentang pengalamanku akan kalimat itu. Aku sekarang berusia 21 tahun.. Dalam setiap perjalanan pertemuanku dari dulu sampai sekarang, aku merasakan banyak hal yang bergejolak. Mulai dari tidak dianggap dalam pertemuan kemudian tidak disukai dalam pertemuan, diacuhkan bahkan dibenci, hingga sebaliknya yakni disukai dan dielu-elukan. Eits.. Lama-lama juga terbiasa. Semoga Kirana gak akan ngalamin pahit-pahitnya ya, berat.      ...

Travelling Berpahala!

Halo, readers! Apa sih hal pertama yang kalian fikirkan dengan kalimat " Travelling Berpahala"??? Kebayang gak tuh? Jalan-jalan ke destinasi wisata tapi berpahala? Hah? Emangnya bagi-bagi sembako?! ENGGAK! Serius! Aku bener-bener jalan-jalan dan menikmati hari itu sebagai sebuah liburan! Lokasinya pun terdaftar di daftar destinasi wisata Pesona Indonesia :) Singkat cerita, aku berangkat dari Bandung menuju lokasi tepat pada tanggal 30 Agustus 2017 bertepatan dengan Perayaan Hari Ulang Tahun tokoh penting di Kota tersebut. Pagi hari sebelum matahari terbit, aku sudah menyusuri jalan tol buah batu menuju lokasi bersama dengan rekan-rekan lainnya dan tiba setelah matahari terbit. Kami membawa sebuah misi kecil sembari melipir dari hiruk piruk kesibukkan sehari-hari di Kota Bandung. Sungguh! Niatku adalah melipir sejenak dan penasaran dengan rupa Kabupaten Ciamis. Dengan semangat travelling , kudapati diriku menemukan sesuatu yang belum aku banyangkan sebelumnya. ...

September, Be Mine

Halo, September! Menyambut bulan baru menjadi hal yang lumrah bagi siapa saja. Biasanya mereka yang berulang tahun di Bulan tersebut akan merasakan emosi yang lebih lebih pada saat menyambut bulan tersebut ketimbang bulan - bulan lainnya. Katakan saja, bagi mereka yang lahir di Bulan September. Sesungguhnya, bagi orang dewasa terutama pegawai atau orang yang sudah memiliki pekerjaan dan menjadi orang tua, setiap bulan tampak sama. Awal bulan menjadi awal bahagia, karena dapat menyediakan kebutuhan anaknya. Bagi anak pun, demikian. Karena rezeki seakan lancar diawal bulan. Haha Setelah  melewati 10 hari di Bulan September, banyak sekali turun naik yang sangat amat terasa.. Padahal tanggal 11 masih dapat dikatakan sebagai awal bulan. Semua yang telah aku lewati selama 10 hari terakhir terasa seperti sebuah pergumulan yang panjang, yang rasanya seperti berhari-hari sudah dilalui. Padahal, baru saja kemarin. Singkat cerita, anggap saja aku terpesona dengan cara Tuhan menjadik...