Langsung ke konten utama

Pengalaman Jadi Duta di Kota Bandung

"Sampurasun!"

Kata pembuka ini menjadi hal wajib bagi wargi Kota Bandung.
Terima kasih Kota Bandung untuk semua ilmu dan pengalaman yang boleh aku dapatkan disini.
Siapa sangka, gadis kelahiran Jakarta yang telah 17 tahun dibesarkan di Kota Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah mampu mendapatkan kesempatan untuk mengharumkan nama Kota Bandung ke tingkat Provinsi Jawa Barat dalam ajang Pemilihan Duta Mahasiswa Generasi Berencana Jawa Barat.

Sebelum sampai pada tahap ini, aku melewati proses pendaftaran, karantina, grand final sampai pembinaan di tingkat Kota Bandung.
Yang terpenting bagiku adalah menikmati setiap proses yang aku jalani.
Kondisikan diri seperti sebuah gelas kosong yang dapat dengan mudah diisi dengan air sehingga menjadi gelas yang berisi. 
Proses yang terasa singkat, meskipun sesungguhnya tidak sesingkat yang terlihat.

Biar aku cerita dari proses pendaftaran, yah :)
Jadi, bisa dibilang aku mendaftarkan diri antara diterima dan tidak diterima. Kenapa? Karena, aku mendapatkan informasi pendaftaran ini dari kaka senior dikampus (Ka Venita) dan itu adalah hari terakhir pengumpulan berkas dan harus dikumpulkan pukul 17.00 WIB sementara hari itu aku baru saja menyelesaikan UTS jam 15.00.
What?! :(
Rasanya hampir pupus sudah harapan seandainya tidak ada internet di kosan, sore itu. Tapi, entah kenapa sore itu terlihat seperti aku yang sedang mengerjakan deadline tugas (mengisi formulir dan membuat CV Formal). Hanya itu yang bisa aku lakukan.
And, finally....
Message send!

Setelah mengirim berkas ketentuan melalui e-mail CP yang tertera, sampailah keesokan harinya di hari Technical Meeting. Ditemenin sama salah satu sahabat aku dibangku kuliah, Auliya Khairina. Dengan penuh kecemasan, aku nervous hari itu melihat apa yang akan dipelajari selama karantina. Yap! Materi tentang GenRe dan substansi GenRe. Yang pada tahun 2016 masih ada 8 substansi, sekarang hanya 4 substansi.
Karena jujur aku masih merasa kurang dalam hal materi ini. Bermodalkan pengalaman secukupnya dibidang sosial dan pengabdian masyarakat, aku diyakinkan dan diberi asupan semangat oleh Aul.
"Car, semangat! Kamu pasti bisa!"

Singkat cerita, sampailah di masa dimana aku harus menjalankan karantina selama 4 hari dari siang jam 1 sampai malam jam 8.
WOW!
Dan, saat itu aku adalah satu-satunya finalis dari Telkom University.
Sementara, orang-orang lain punya teman sekampus bahkan sekelas saat karantina.
But, it doesn't matter, i'm fine while it seems like i'm alone.
Sebenarnya, aku ga sendiri. Karena dari proses inilah aku mendapatkan banyak teman, sahabat, dan keluarga baru. Hanya dalam 4 hari.
Bersyukur karena aku mau belajar menjadi well-rounded-people.
Yang selalu aku lakukan adalah do the best and be the real me. People said that it was an opposite things, but i don't think so. Because I feel better when I do combine this things. I hope you so. 

"Ingat bahwa diatas langit masih ada langit.." 

"Berhenti melihat rumput tetangga untuk menjatuhkan diri, melainkan bersyukur atas rumput sendiri dan perbaiki. Karena, rumput tetangga akan selalu terlihat lebih indah jika kita tidak bersyukur dan tidak berusaha memperbaiki taman kita sendiri."

Belajar, berinteraksi dan terus mengembangkan diri. Itu yang aku lakukan selama karantina. Tidak peduli sehebat apa orang lain, aku ikhlas.. Mama berpesan untuk tetap rendah hati dan percaya diri. Bukan menjatuhkan orang lain.


"Sportive first, and it'll be better in the end." 


Dewi fortuna berpihak padaku, hari itu.. Di hari Grand Final Pemilihan Duta GenRe Kota Bandung 2016. Jerih payah yang aku lakukan selama karantina terjawab.. Dengan restu Tuhan Yang Maha Esa, aku diberi kesempatan dan diberi amanah untuk membawa nama Kota Bandung ke ajang yang lebih tinggi di tingkat Provinsi. Ini benar-benar langkah pertama yang rasanya sangat tidak ingin aku sia-siakan. Karena selalu merasa kurang dalam ilmu dan pengetahuan, aku terus mengikuti pembinaan selama menunggu tibanya hari dimana aku akan mendapatkan pengalaman baru bersama seluruh finalis dari 27 kota dan kabupaten lain se-Jawa Barat.
Meskipun pembina sudah merasa bahwa aku sudah memiliki modal yang cukup, aku tidak pernah berhenti untuk terus belajar, membaca dan mengingat serta menganalisis fenomena dan penerapan ilmu yang aku dapatkan dalam fenomena tersebut.
Karena dalam hal ini, seorang Duta GenRe harus peka, kritis dan mampu berelaborasi.

Dari sini, aku belajar untuk lebih peduli baik kepada diri sendiri maupun orang lain... Terlebih orang terdekat kita, orang tua, saudara, sahabat, teman dan masyarakat disekitar kita.

Bahkan, dari sini aku merasa bahwa ilmu yang aku dapatkan dibangku kuliah (Ilmu Komunikasi dan segala teorinya) benar-benar penting dan akhirnya aku terapkan dalam keseharian sebagai seorang duta yang sebaiknya menjadi positive influencer bagi orang lain melalui tindakan dan kata-kata.

Banyak fakta dan realita yang membuka kacamata dan sudut pandang yang sebelumnya belum pernah kita bayangkan ketika menghadapi kasus-kasus sosial di Kota Bandung, Jawa Barat bahkan di Indonesia. Melalui banyak pengalaman yang aku lalui bersama pembina dan rekan dutaku, Aldi Rinaldi serta adik-adik duta ku dan semua rekan-rekan PIKMA, aku benar-benar sadar bahwa aku belum melakukan apa-apa untuk Indonesia jika harus dibandingkan dengan Pahlawan yang telah berperang.
Miris rasanya kalau harus mengakui bahwa banyak remaja yang masih belum mengerti apa arti memperjuangkan Indonesia dan berani berkorban untuk Indonesia yang lebih baik.

Pengalamanku menjadi Duta, menjadikan aku mengerti apa yang menjadi tanggung jawabku sebagai remaja yang tidak lain adalah harapan dari bangsaku sendiri. Bijaksana dalam mengambil keputusan dan tindakan, peduli kepada sesama dan tidak pernah berhenti untuk belajar.


Sebegitu dalam ilmu yang aku dapatkan di dalam substansi GenRe. Mau tahu apa aja ulasan tentang substansi GenRe?
Akan dijelaskan di postingan berikutnya ya! :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertemuan Itu, Katanya Baik?

"Tidak ada hal yang lebih baik selain dipertemukan dengan orang baik."-Cr Kirana.. Terima kasih sudah bertanya.. Kirana.. Kamu tau? Begitu banyak jumlah manusia di dunia, namun kita tidak pernah tahu dengan siapa kita akan bertemu. Bahkan ketika di dalam kandungan, kita belum tahu menahu tentang bagaimana wajah ibu yang mengandung kita sampai ketika kita lahir. Lahir ke dunia baru dan mulai melihat matahari. Kirana, coba ingat-ingat.. Apa kamu pernah mendengar kalimat tegas nan lembut di atas? Aku baru saja mau bercerita tentang pengalamanku akan kalimat itu. Aku sekarang berusia 21 tahun.. Dalam setiap perjalanan pertemuanku dari dulu sampai sekarang, aku merasakan banyak hal yang bergejolak. Mulai dari tidak dianggap dalam pertemuan kemudian tidak disukai dalam pertemuan, diacuhkan bahkan dibenci, hingga sebaliknya yakni disukai dan dielu-elukan. Eits.. Lama-lama juga terbiasa. Semoga Kirana gak akan ngalamin pahit-pahitnya ya, berat.      ...

Surat Untuk Oma

Hai Oma!  Apa kabar?  “Siapapun berhak untuk bahagia”. Itu kalimat yang paling aku ingat dan aku rasakan dari orang yang mengatakannya kepadaku. Hai, oma! Aku rindu! Rindu sekali, bahkan berkali-kali. Terlalu banyak kenangan yang gak bisa aku ceritain satu-satu buat ngingetin oma tentang kenangan kita bersama. Yang pasti, semua kenangan kita itu keren banget, oma! Sekarang gak kerasa ya aku sudah sebesar ini, 21 tahun. Usia yang katanya menjadi batas usia ideal bagi perempuan untuk boleh menikah. Dan itu artinya, sudah sekitar 7 tahun lamanya kita gak ketemu ya, oma. Selama kita gak ketemu, aku gak pernah ragu sama ajaran yang sudah oma berikan dan tanamkan ke dalam keluarga. Bahwa keluarga adalah harta yang paling berharga dan satu kalimat pertanyaan yang masih aku ingat sampai sekarang adalah “Kalau oma udah ga ada, nanti siapa ya yang jadi penomor satu di keluarga ini?”. Tik tok, aku gak bisa jawab apa-apa. Waktu itu aku masih remaja SMP yang belum menget...

Sentuhan Cantik Ibu Pertiwi

“Namanya juga travelling, bukan jalan-jalan biasa loh!”,  itu pesan yang selalu aku ingat saat tiba di Lombok. “hmm..”, aku hanya bisa bergumam memikirkan kejutan apa yang akan aku dapat di Lombok, kota yang aku nanti-nantikan selama ini. “Selamat pagi, selamat datang di Desa Sade, rumahnya orang Sasak. Tempat seluruh keluarga kami tinggal”, salam seorang pemandu asli Desa Sade kepada kami yang baru saja memasuki gapura Desa Sade.  “Whoaaa…”, semangat juga ini Bapak pemandu. “ What ?!!”, sumpah! Ini pertama kali nya aku ngeliat bentuk rumah sederhana ada didalam satu kawasan. It’s totally different sama rumah-rumah biasanya di Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat apalagi kalau dibandingkan dengan rumah pejabat di Jakarta. Hehehehe. Kamu tahu? Semuanya masih 100 persen alami, atapnya dari tumpukan jerami, berdindingkan anyaman bambu dan beralaskan tanah liat yang dicampur dengan kotoran kerbau sebagai adat khas dari Desa Sade sebagai wujud bahwa rumah tersebut sudah ...