Langsung ke konten utama

Cerita Tentang Langit Jakarta

Ini sudah hari ke-sekian aku tinggal di Jakarta setelah 3 tahun lebih aku menetap di Bandung dan mengukir karya serta perjalananku di Kota Kembang. Jujur, masih banyak hal yang belum aku ketahui tentang Jakarta dan misterinya. Bagiku, misteri. Kalau tidak setuju, tidak apa..aku tidak peduli.

Bukan tentang kemacetan, kemiskinan ataupun tentang geografis dan demografisnya yang tidak aku tahu. Kalau tentang hal seperti ini Mbah sejuta umat (Google) paling tahu jawabannya dan aku tinggal tanya. Yang belum aku tahu, lebih dari itu.. Ya, namanya juga misteri. Aku mau tahu tentang Jakarta. Siapa tahu kedepannya aku bisa bersahabat dengannya atau bahkan mengukir jejak indah sesperti dulu.. Seperti apa yang aku lakukan saat aku di Bandung (dulu). Ah! Tidak terasa sekarang kisah di Bandung menjadi kisah DULU. Itupun jika memang Tuhan merestuiku, karena mungkin ceritaku kali ini akan sangat berbeda atau bagaimana aku pun belum tahu. Yang aku tahu, apapun itu aku akan selalu ditemani dengan doa-doa dari sahabat dan mereka yang menyayangiku. Terima kasih.

Jadi, bolehkah aku bercerita?
Siang ini Jakarta aneh!
Lihat, dia mendung sekali padahal cuaca begitu panasnya sampai-sampai gerah rasanya..
Ini bukan pertama kali ia begitu, mungkin sudah beberapa kali atau mungkin aku saja yang tidak tahu menahu tentang Jakarta.

Baiklah, aku tebak dia sedang bergejolak antara panasnya matahari yang ingin terus menyinari setiap manusia agar segala aktivitas mereka tetap berjalan seperti biasa dengan hadirnya sosok yang menahan agar hujan tidak turun saat ini. Ya, sejenis menunda hujan untuk turun.. Padahal, mungkin awan sudah sesak dan ingin sekali terlepas dari bendungan hujan yang memenuhi ruang.

Biar aku ramal, mungkin ramalan ini tidak akan lebih akurat daripada ramalan Dilan untuk Milea :)
Atau mungkin juga sebaliknya. Terserah saja mau percaya yang mana. Tapi jangan percaya aku, musrik. hehe
Mungkin langit Jakarta sedang sedih karena kian banyak matahari Jakarta membantu berbagai aktivitas manusianya tapi tidak sedikitpun manusia berterima kasih. Atau mungkin juga karena langit Jakarta sedang mendukung insan yang sedang bersedih kemudian menemani mereka seolah langit Jakarta berempati dan larut didalamnya.
Haha klise sekali ya.. Namanya juga ramalan!

Oke, masih ada hal yang dapat aku ramal dari langit Jakarta siang ini.
Mungkin ia tidak siap menyambut hari ini tapi tidak mungkin untuk menuangkan bendungan hujan yang sudah siap untuk turun di tengah-tengah manusianya karena ia lebih memilih untuk pura-pura siap. Sayangnya, matahari mengerti dan tidak mampu menyinari seperti biasa sehingga yang ada hanyalah sebagian diri dari matahari. Yang dirasa manusia hanya tinggal gerah tanpa sinar seperti biasa.

Tapi, bisa jadi ada hal lain yang membuat langit Jakarta terlihat demikian..
Mungkin ia sedang berbahagia sehingga hatinya terlalu bergejolak dan tidak terkendali sekarang. Rasa yang nian dan bercampur aduk mengakibatkan matahari enggan mengganggunya dengan sinar sehingga awan mendominasi keadaan di langit Jakarta.

Hey..
Ini hanya ramalan, belum tentu benar.. Tapi, mungkin juga sangat benar.
Yang aku tahu, kadangkala aku merasa seperti langit Jakarta.
Sedemikian banyak perjalananku membuat aku belajar setiap detik dan waktu membiarkan aku hanyut dan larut dalam ceritaku sendiri sehingga tatkala kadang aku seperti Langit Jakarta.

Jikapun kamu demikian, tenanglah..
Selama kamu menyadari benar apa yang terjadi pada dirimu sendiri, kamu boleh berpegang pada hal yang paling kamu percaya. Dan aku yakin, sangat yakin.. 1000% deh! Langit Jakarta akan kembali seperti sediakala pada waktu yang tepat. Mungkin setelah doa manusianya sampai ke telinganya atau mungkin setelah hujan benar-benar sudah turun dan matahari siap menyambut tetes terakhir hujan lengkap bersama pelangi.
Itulah Cerita Tentang Langit Jakarta, siang ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertemuan Itu, Katanya Baik?

"Tidak ada hal yang lebih baik selain dipertemukan dengan orang baik."-Cr Kirana.. Terima kasih sudah bertanya.. Kirana.. Kamu tau? Begitu banyak jumlah manusia di dunia, namun kita tidak pernah tahu dengan siapa kita akan bertemu. Bahkan ketika di dalam kandungan, kita belum tahu menahu tentang bagaimana wajah ibu yang mengandung kita sampai ketika kita lahir. Lahir ke dunia baru dan mulai melihat matahari. Kirana, coba ingat-ingat.. Apa kamu pernah mendengar kalimat tegas nan lembut di atas? Aku baru saja mau bercerita tentang pengalamanku akan kalimat itu. Aku sekarang berusia 21 tahun.. Dalam setiap perjalanan pertemuanku dari dulu sampai sekarang, aku merasakan banyak hal yang bergejolak. Mulai dari tidak dianggap dalam pertemuan kemudian tidak disukai dalam pertemuan, diacuhkan bahkan dibenci, hingga sebaliknya yakni disukai dan dielu-elukan. Eits.. Lama-lama juga terbiasa. Semoga Kirana gak akan ngalamin pahit-pahitnya ya, berat.      ...

Surat Untuk Oma

Hai Oma!  Apa kabar?  “Siapapun berhak untuk bahagia”. Itu kalimat yang paling aku ingat dan aku rasakan dari orang yang mengatakannya kepadaku. Hai, oma! Aku rindu! Rindu sekali, bahkan berkali-kali. Terlalu banyak kenangan yang gak bisa aku ceritain satu-satu buat ngingetin oma tentang kenangan kita bersama. Yang pasti, semua kenangan kita itu keren banget, oma! Sekarang gak kerasa ya aku sudah sebesar ini, 21 tahun. Usia yang katanya menjadi batas usia ideal bagi perempuan untuk boleh menikah. Dan itu artinya, sudah sekitar 7 tahun lamanya kita gak ketemu ya, oma. Selama kita gak ketemu, aku gak pernah ragu sama ajaran yang sudah oma berikan dan tanamkan ke dalam keluarga. Bahwa keluarga adalah harta yang paling berharga dan satu kalimat pertanyaan yang masih aku ingat sampai sekarang adalah “Kalau oma udah ga ada, nanti siapa ya yang jadi penomor satu di keluarga ini?”. Tik tok, aku gak bisa jawab apa-apa. Waktu itu aku masih remaja SMP yang belum menget...

Sentuhan Cantik Ibu Pertiwi

“Namanya juga travelling, bukan jalan-jalan biasa loh!”,  itu pesan yang selalu aku ingat saat tiba di Lombok. “hmm..”, aku hanya bisa bergumam memikirkan kejutan apa yang akan aku dapat di Lombok, kota yang aku nanti-nantikan selama ini. “Selamat pagi, selamat datang di Desa Sade, rumahnya orang Sasak. Tempat seluruh keluarga kami tinggal”, salam seorang pemandu asli Desa Sade kepada kami yang baru saja memasuki gapura Desa Sade.  “Whoaaa…”, semangat juga ini Bapak pemandu. “ What ?!!”, sumpah! Ini pertama kali nya aku ngeliat bentuk rumah sederhana ada didalam satu kawasan. It’s totally different sama rumah-rumah biasanya di Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat apalagi kalau dibandingkan dengan rumah pejabat di Jakarta. Hehehehe. Kamu tahu? Semuanya masih 100 persen alami, atapnya dari tumpukan jerami, berdindingkan anyaman bambu dan beralaskan tanah liat yang dicampur dengan kotoran kerbau sebagai adat khas dari Desa Sade sebagai wujud bahwa rumah tersebut sudah ...