Jakarta, malam hari..
Ditemani rintik hujan yang seketika semakin ramai dan berderu seolah bernyanyi untuk menghiburku, aku menahan perih karena bibir tak sanggup berkata apa yang hati ingin sampaikan.
Rasa yang dilewati belakangan ini seolah dipendam secara paksa dengan segudang tenaga yang dihabiskan untuk memenuhi kewajiban dan tanggung jawab mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Sudah lama aku tidak melihat sinar yang aku damba, akhir-akhir ini yang kulihat hanya bulan di tengah angkasa yang gelap seolah menahan entah apa yang ditahan aku pun tak tahu.
Jangankan melihat yang lain, bahkan fajar yang senantiasa hadir dikala pagi ku belum siap bertemu banyak rakyat pun kali ini seolah redup bahkan tak lagi nyata seperti sedia kala.
Oh tunggu,
Aku rasa tak lagi ku temukan fajar yang sama.
Mungkin kali ini sudah berbeda.
Baik, aku akui saja.
Jujur aku merindukan fajar itu.
Kemana perginya?
Oh, bukan.
Bukan itu yang terasa pergi. Bukan fajarnya.
Melainkan sinar yang aku damba itu lah yang hilang.
Yang selalu menenangkan dikala lelahku datang.
Yang menghiburku dengan warnanya yang indah.
Seindah harapan baru, sehangat hembusan kalbu.
Kemana dia?
Pergi untuk sementara kah?
Atau sedang bermetamorfosa?
Hei, dia bukan kupu-kupu.
Yang aku tahu, dia indah.
Yang aku yakin, dia akan kembali.
Entah masih sama atau tidak.
Karena banyak yang menantinya hadir kembali.
Setelah menunggu disetiap hari.
Malam mendung menjadikannya malu dan tidak nampak.
Aku tunggu di kala semuanya telah kembali.
Aku tunggu senjaku menyapa kembali.
Semuanya bisa terjadi karena restu Sang Pencipta.
Semoga kita segera dipertemukan.
Aku butuh ketenangan itu..
Aku butuh kebahagiaan itu..
Menyambut hari bersama fajar,
menutup lelah bersama senja.
Sinarnya selalu terasa sama.
Walau kadang hitam kelam,
Dan ada kalanya merah merekah.
Semua menunggumu, bahkan semesta.
Senja, ya dia senja.
Ditemani rintik hujan yang seketika semakin ramai dan berderu seolah bernyanyi untuk menghiburku, aku menahan perih karena bibir tak sanggup berkata apa yang hati ingin sampaikan.
Rasa yang dilewati belakangan ini seolah dipendam secara paksa dengan segudang tenaga yang dihabiskan untuk memenuhi kewajiban dan tanggung jawab mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Sudah lama aku tidak melihat sinar yang aku damba, akhir-akhir ini yang kulihat hanya bulan di tengah angkasa yang gelap seolah menahan entah apa yang ditahan aku pun tak tahu.
Jangankan melihat yang lain, bahkan fajar yang senantiasa hadir dikala pagi ku belum siap bertemu banyak rakyat pun kali ini seolah redup bahkan tak lagi nyata seperti sedia kala.
Oh tunggu,
Aku rasa tak lagi ku temukan fajar yang sama.
Mungkin kali ini sudah berbeda.
Baik, aku akui saja.
Jujur aku merindukan fajar itu.
Kemana perginya?
Oh, bukan.
Bukan itu yang terasa pergi. Bukan fajarnya.
Melainkan sinar yang aku damba itu lah yang hilang.
Yang selalu menenangkan dikala lelahku datang.
Yang menghiburku dengan warnanya yang indah.
Seindah harapan baru, sehangat hembusan kalbu.
Kemana dia?
Pergi untuk sementara kah?
Atau sedang bermetamorfosa?
Hei, dia bukan kupu-kupu.
Yang aku tahu, dia indah.
Yang aku yakin, dia akan kembali.
Entah masih sama atau tidak.
Karena banyak yang menantinya hadir kembali.
Setelah menunggu disetiap hari.
Malam mendung menjadikannya malu dan tidak nampak.
Aku tunggu di kala semuanya telah kembali.
Aku tunggu senjaku menyapa kembali.
Semuanya bisa terjadi karena restu Sang Pencipta.
Semoga kita segera dipertemukan.
Aku butuh ketenangan itu..
Aku butuh kebahagiaan itu..
Menyambut hari bersama fajar,
menutup lelah bersama senja.
Sinarnya selalu terasa sama.
Walau kadang hitam kelam,
Dan ada kalanya merah merekah.
Semua menunggumu, bahkan semesta.
Senja, ya dia senja.
Komentar
Posting Komentar